Bertemu Surga Tersembunyi di Minahasa | Sanskuy Team June 2019 #4-SebuahAkhir
"Dan sebuah memori tentang kebahagiaan tak terkira, terukir lagi. Kali ini, antara saya dan mereka. Sebuah memori yang akan kami kenang, mungkin bukan untuk satu dua tahun ke depan, tapi untuk sepuluh duapuluh tahun ke depan saat kami tak lagi mampu menjejakkan kaki dengan tegap. Saat yang bisa kami lakukan tinggallah mengenang, dan dikenang." -Nikhen Moko
Baca juga cerita ketiga kami : Abadikan Kenangan di Pantai Abadi, Lalu Bertemaram di Tanjung Silar | Sanskuy Team June 2019 #3
#20 Juni 2019
Setelah melalui hari-hari menyenangkan di Kota Kotamobagu, kami pun beranjak menuju Kota Manado.
Sebenarnya, ini tidak ada dalam rencana perjalanan kali ini. Kami berangkat hanya atas permintaan Fadlul yang ingin menyambangi Ayahnya di sana. Tapi kami sih senang-senang saja, karena main kami kali ini akan lebih jauh.
Pagi itu, tatkala Kota Kotamobagu baru mulai bergeliat, kami pun melesat menuju Manado. Kota seribu gereja.
• • •
Aku mau buat cerita kali ini lebih singkat.
Kami sampai di Manado sore hari, sekitar pukul 16.00 lebih. Kota Manado dengan hiruk pikuknya menyambut kami dengan macet di tiap sudut jalan. Setelah singgah mengambil kunci sebentar di kantor Ayah Fadlul, kami pun meluncur ke rumah tempat kami akan berteduh selama beberapa hari di Manado, di kompleks Winangun.
Sesampai di rumah, tak lama merebahkan diri di kasur, aku dan Debby lantas berkutat di dapur, mulai menyiapkan berbagai hal untuk dimasak.
Memang, sejak masih di Kotamobagu, Fadlul sudah sempat menyinggung masalah ini. Bahwa selama di Manado nanti, kami akan masak besar - besaran tiap hari, untuk kami bertujuh, ditambah Ayah Fadlul.
Ngomong - ngomong soal masak, aku suka sekali tata dapur di rumah Fadlul itu. Memang jika dilihat sekilas, tidak ada yang benar - benar istimewa. Yang menarik perhatianku adalah jendela besar yang terletak tepat di depan tempat memasak. Aku selalu memimpikan dapur seperti itu, haha.
Kembali ke topik. Setelah berkutat cukup lama dengan berbagai bahan masakan, aku dan Debi akhirnya berhasil menciptakan berbagai lauk dan hidangan lain, mulai dari ikan goreng saus, sup, tempe goreng, tahu saus, dua macam sayur, ayam kecap -yang tinggal kami panaskan, dan beberapa lauk lagi. Kami pun makan besar hari itu. Bahagia sekali rasanya bisa memasak untuk orang banyak.
Malamnya, kami berdiam di kawasan -sebuah pusat berhedonis ria di Manado, kupikir. Hampir pukul 02.00 dini hari, kami tiba di rumah, lalu tepar karena capek.
• • •
Keesokan harinya, lagi - lagi setelah memasak dan makan, kami memutuskan untuk sedikit mengeksplore Ibu Kota Sulawesi Utara itu. Setidaknya, kedatangan kami di sini tidak melulu hanya di pusat hedon sana. Haha.
Tapi setelah berdiskusi cukup alot, keputusan kami justru jatuh di sebuah tempat yang tidak lagi masuk area Kota Manado, namun kami memutuskan untuk menyambangi sebuah air terjun yang terletak di Desa Kali, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Dan.. Kami menemukan surga tersembunyi di sini!
Tepat di depan kami, sebuah air terjun besar tumpah di antara rimba yang hijau menjalar. Ditemani air terjun kecil lainnya di samping kanan. Keduanya beradu menumpahkan jutaan ton air yang tak henti. Batu-batu besar di bawah keduanya bertahan bak karang di lautan lepas yang tak bergeming meski ditempa ribuan kali.
Di depannya, ada sebuah jembatan beton penuh lumut dan tumbuhan menjalar yang nampak anggun namun tetap kokoh. Meski sudah tua, dari kejauhan, jembatan itu terlihat begitu elok. Jika berdiri tepat di atasnya, kami bisa merasakan percikan air yang seakan ingin memeluk kami seutuhnya.
Jika bisa dibilang, ini tempat paling mengagumkan dari semua tempat yang kami kunjungi beberapa hari terakhir. Karena itu pula, meski kuyup dan dingin, aku begitu betah berlama - lama di depan air terjun kala itu.
Semuanya begitu magis dan sempurna. Aku tidak pernah tahu ada tempat seindah itu di Sulawesi
Utara. Tapi, bagaimana perasaan kawan-kawan lain? Aku tak tahu. Tapi yang kulihat, mereka pun bahagia, bahkan tak henti menjepret ke sana ke mari.
Tempat terakhir di perjalanan kami kali ini menyisakan sebuah makna baru di hati. Bahwa kebahagiaan, akan selalu sesederhana itu. Ia bisa datang dari mana saja, dengan berbagai rupa, dan dengan cara yang tak pernah bisa kita mengerti adanya.
Siapa sangka kebahagiaan membuncah kami kali ini justru datang dari tempat yang sama sekali tidak kami rencanakan? Padahal sebelumnya kami sudah bertemu tempat dan suasana indah lainnya, yang sudah kami rencanakan sejak awal.
Ah.. Bahagia memang semagis itu. Tak terkira, tak terbayang bagaimana datangnya. Tugas kita tinggal menikmatinya sebaik mungkin.
• • •
22 Juni 2019, kami bertolak kembali ke Gorontalo. Kembali dengan puluhan bahagia, ribu kenangan, dan ratusan pembelajaran hidup yang baik.
Meski kini belum kami rasakan kehadirannya, di suatu waktu, aku yakin hal-hal luar biasa yang kami dapatkan di perjalanan kali ini akan banyak membantu kami. Membantu hati pulih ketika luka, membantu diri bahagia ketika sedih.
Selesai...
Comments
Post a Comment