Perjalanan 8 Jam, Singgah Makan Gratis 2x | Sanskuy Team June 2019 #1



"Dan sebuah memori tentang kebahagiaan tak terkira, terukir lagi. Kali ini, antara saya dan mereka. Sebuah memori yang akan kami kenang, mungkin bukan untuk satu dua tahun ke depan, tapi untuk sepuluh duapuluh tahun ke depan saat kami tak lagi mampu menjejakkan kaki dengan tegap. Saat yang bisa kami lakukan tinggallah mengenang, dan dikenang." -Nikhen Moko


#17 Juni 2019

Pagi itu, kamarku gaduh. Pukul 08.10 aku baru terbangun oleh telepon yang berdering-dering tak karuan. Maklum, selepas subuh, sekitar pukul 07.00 tanpa sadar aku kembali terlelap. Padahal aku dan 6 orang kawanku sudah janjian berkumpul pagi ini. Aku lambat 10 menit.

Aku berlari ke kamar mandi, bersih-bersih, menyiram badan dengan air, lantas keluar tak sampai 5 menit kemudian. Memang, gegas selalu membuat segala sesuatu jadi lebih instan dan cepat.

"Kak, ana so di muka," kata sebuah chat yang masuk di gawaiku. Ah.. Aku belum apa-apa. Baru juga mau siap-siap.

"Iya.. Iya.. Tunggu sadiki, ne, 10 menit, hehe," balasku, lalu kembali bergegas.

Dan, 13 menit kemudian, aku baru memutar kunci rumah, mengenakan sepatu, dan gaduh dengan banyak bawaanku, lalu berlari-lari kecil ke depan lorong, di mana kawanku tengah menunggu dengan mobil silvernya.

Aku memang lambat.

• • •

Perjalanan ini sudah kami rencanakan sejak akhir tahun 2018 lalu, ketika kami sedang duduk-duduk di hangatnya perkampungan Torosiaje -hampir ujung Gorontalo sana, perjalanan pertama kami.

Jalan-jalan setiap lepas semester seperti ini rasanya sudah jadi agenda rutin, dan barangkali akan terus kami lakukan hingga akhir waktu menyandang gelar sebagai mahasiswa nanti.

Kali ini, entah kenapa, kawan-kawan sekelasku memilih menyambangi rumah lamaku di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. Aku sih kalem saja, toh senang juga bisa bermain lagi ke rumah masa kecilku itu, lalu mengenalkan mereka betapa indah suasana di sana. Jadi, bisa ditebak. Hari-hari selanjutnya kami sibuk bicarakan banyak hal, dan menyiapkan segala sesuatu. Yaa meski persiapan utuh memang baru kami lakukan H-2 perjalanan. Mulai dari mengumpul dana talangan untuk bayar bensin mobil, sampai menentukan akan kemana saja kami selama di sana.

Meski begitu, kali ini ada yang beda. Jika perjalanan pertama kemarin kami berangkat bersembilan, yakni Aku, Fadlul, Faiz Ananda, Ika, Lani, Debi, Anda, Gafur, dan Eja, kali ini kami hanya bertujuh, dan ada beberapa personil yang berganti. Aku, Fadlul, Lani, Gafur, dan Debi tetap bertahan, sisanya ketambahan Fais Tolago, dan Nisa.

Tapi, perjalanan tetap menyenangkan. Kawan-kawan sekelasku ini memang kurang begitu akrab denganku jika di kampus, tapi melakukan perjalanan bersama seperti ini, perkawanan kami makin erat. Perlahan, namun pasti. Dan, kami melalui banyak hal mengagumkan kali ini.

Pukul 13.08 di hari Senin, 17 Juni 2019, kami berangkat.

• • •

Perjalanan panjang kurang lebih 8 jam, membuat kami capek bukan kepalang. Apalagi bagi Fais yang tidak terbiasa naik mobil. Perjalanan kali ini rupanya sangat berat bagi dia. Tapi, kulihat dia mampu mengendalikan diri. Hanya sekali 'membuang', setelah itu tak pernah lagi hingga kami pulang. Sebuah pencapaian yang boleh diacungi jempol. Haha.

Sepanjang perjalanan menuju Kotamobagu, kami hanya dua kali singgah, dan dua-duanya untuk mengisi perut. Pertama, di Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Kebetulan Ibuku menetap di sana dan berbaik hati mau mentraktir kami. Kedua, di Inobonto, Sulawesi Utara, meski kami harus melawan arah. Seharusnya kami ambil jalan lurus, tapi kami berbalik ke arah menuju Manado untuk ke Inobonto ini. Di situ, kami disponsori lagi. Kali ini oleh Lilis, kawan sekelas kami yang baru saja menyandang status sebagai pengantin baru. Dia berbaik hati menyuguhkan kami makanan di rumah makan miliknya.

Selain itu, kami adem ayem di dalam mobil. Kadang bernyanyi-nyanyi meski suara tak karuan, kadang tidur lelap bergantian, kadang ngobrol ngalor ngidul. Fadlul sebagai supir, sesekali menanggapi kami yang gaduh di belakang. Aku pikir sudah tugas kami untuk selalu ribut, meski dengan cara apapun itu. Sekadar memberitahu secara tidak langsung kalau kami ada, agar supir tidak merasa sendiri atau tidak mengantuk karena sepi. Tapi itu pemikiranku saja. Mungkin bagi Fadlul malah sebaliknya. Haha.

Perjalanan kami berhenti di rumah masa kecilku di Desa Pontodon, Kota Kotamobagu, sekitar pukul 9 malam. Bersih-bersih sebentar, kami pun istirahat, bersiap menyambut perjalanan esok hari.


Bersambung..




Comments

Popular posts from this blog

FUNGSI RIBBON PADA MICROSOFT WORD

Mencari Kawan ke Pulau Pepaya (Pepaya Island, Part 1)

Percaya - Yang Kutahu Tentang Cinta | #bookreview6