86 | #bookreview5

Okky Madasari - 86


Judul : 86
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka utama
Tahun Terbit : 2011
Ketebalan : 256 hlm
ISBN : 978-979-22-6769-3


Apa yang bisa dibanggakan dari pegawai rendahan di pengadilan? Gaji bulanan, baju seragam, atau uang pensiunan?

Arimbi, juru ketik di pengadilan negeri, menjadi sumber kebanggaan bagi orangtua dan orang-orang di desanya. Bekerja memakai seragam tiap hari, setiap bulan mendapat gaji, dan mendapat uang pensiun saat tua nanti.

Arimbi juga menjadi tumpuan harapan, tempat banyak orang menitipkan pesan dan keinginan. Bagi mereka, tak ada yang tak bisa dilakukan oleh pegawai pengadilan.

Dari pegawai lugu yang tak banyak tahu, Arimbi ikut menjadi bagian orang-orang yang tak lagi punya malu. Tak ada yang tak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggap sebuah kewajaran. Pokoknya, 86!

                                         • • •

Sebuah novel yang menelanjangkan berbagai praktik kecurangan, korupsi, dan berbagai kebejatan yang dilakukan di negeri ini.

Dengan mengangkat seorang perempuan lugu yang bekerja sebagai juru ketik di pengadilan sebagai tokoh utamanya, Okky Madasari seakan mengajak pembaca untuk berkeliling, study tour, menyaksikan berbagai kecurangan yang terjadi, yang justru melibatkan orang-orang yang harusnya menjadi penegak hukum.

Berbagai kecurangan dan korupsi dilakukan dengan tenang seakan tak terjadi apa-apa, seakan tidak ada hak orang banyak yang sedang dipertaruhkan. Yang penting ada pelicin, sudah beres, 86! Persetan dengan hak orang lain, yang penting kita senang! Haha, sebejat itu.

Sesaknya, praktik-praktik bejat ini bukan lagi dilakukan diam-diam, dilakukan sendiri dan dijaga rapat seperti menjaga kemaluan, tapi sudah terang-terangan! Tidak ada yang saling menyinggung, tidak ada yang saling menegur. Ya, mau bagaimana lagi? Toh semuanya juga melakukan hal yang sama. Istilahnya, sudah jadi rahasia umum. Seperti yang dibubuhkan di sampul belakang buku kuning ini, "Tak ada yang tak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggap sebagai kewajaran." Hh.. Kebejatan yang wajar?

Sial! Ketika membaca buku ini, aku sendiri greget sekali. Tidak ada yang mau membuka mata dengan praktik-praktik bejat itu, semuanya tutup mata, karena "enak" katanya. Gerak dikit, duit, seleweng dikit, duit. Yang jujur justru jadi paling melarat, yang polos justru dikasihani, dianggap kurang telaten, dianggap goblok! Ah.. Bisa mampus negeri ini jika semakin bertumpuk orang-orang yang berpikiran segila itu!

Serius, ini buku ciamik sekali. Semakin aku menelisik tiap lembarnya, luka-luka kecurangan dan korupsi itu kian menganga lebar di pelupuk mata. Tak ada yang disembunyikan, semua ditelanjangi tanpa sisa sehelaipun. Dan tidak hanya di lembaga-lembaga hukum, kecurangan-kecurangan itu juga terjadi di mana saja, seperti sudah mendarah daging di negeri ini. Mulai dari pengadilan, di kantor-kantor desa terpencil, di peron kereta, di Kantor Urusan Agama, sampai di penjara yang katanya adalah lembaga pemasyarakatan itu pun ada praktik-praktik kotor itu. Sama sekali tidak memasyarakatkan masyarakat. Gila sekali!

Meski begitu, kelihaian Okky Madasari membalut kisah ini dengan kalimat-kalimat sederhana dan kisah yang juga sederhana, membuat kisah ini begitu ringan dan mengalir, tidak seperti buku-buku pengedokan korupsi dan kecurangan lainnya yang dipenuhi kasus-kasus yang menyebalkan dan membuat sakit tengkuk kepala.

Terlepas dari itu semua, aku menyukai kisah cinta yang Okky suguhkan. Sederhana dan manis. Meski ribu masalah menerpa, mereka tak pernah saling pergi. Selalu setia, meski yang lain tak bisa melakukan apa-apa. Sebuah perasaan cinta yang mendebarkan.

Patut dibaca!



Note : Ungkapan 86 awalnya digunakan di kepolisian, yang artinya sudah dibereskan, tahu sama tahu. Tapi kemudian digunakan sebagai tanda penyelesaian berbagai hal dengan menggunakan uang.

Comments

Popular posts from this blog

FUNGSI RIBBON PADA MICROSOFT WORD

Mencari Kawan ke Pulau Pepaya (Pepaya Island, Part 1)

Percaya - Yang Kutahu Tentang Cinta | #bookreview6