11:11 | #bookreview10
Fiersa Besari - 11:11 |
"Yang terasa meski tidak ingin merasa. Yang terjadi tanpa pernah ingin menjadi." -Fiersa Besari
Judul: 11:11
Penulis: Fiersa Besari
Penerbit: mediakita
Tahun terbit: 2018
Ketebalan: vi+302 hlm.
ISBN: 978-979-794-596-5
Orang bilang, jodoh takkan ke mana. Aku rasa mereka keliru. Jodoh akan ke mana-mana terlebih dahulu sebelum akhirnya menetap. Ketika waktunya telah tiba, ketika segala rasa sudah tidak bisa lagi dilawan, yang bisa kita lakukan hanyalah merangkul tanpa perlu banyak kompromi.
• • •
Entah bagaimana harus ku deskripsikan ketakjubanku pada buku kelima Fiersa Besari ini. Rasanya, bagai sedang menyelam di kedalaman laut biru diiringi genggaman erat seseorang yang begitu kusayang. Buku ini begitu. Ia menyuguhkan kisah-kisah menyesakkan yang amat dalam maknanya -meski tak semua cerita di sini menyesakkan, diiringi lagu yang merepresentasikan tiap cerita itu. Membuat kisah-kisahnya kian bermakna, bukan sekadar tumpukan kata yang membentuk proposisi-proposisi.
Fiersa dengan lihai merangkai kisah-kisah yang kerap mengejutkan dalam 11 cerpennya di Album Buku (Albuk) ini. Menariknya, Ia terlihat sangat berusaha menyisipkan pesan-pesan kemanusiaan -jika tidak bisa dibilang kritik yang amat satire, dalam tiap kisah itu. Hingga yang terjadi adalah: pembaca tidak hanya menemukan sebuah kisah romansa atau kisah-kisah mainstream tentang persahabatan maupun hubungan keluarga yang alot, tapi juga bisa belajar banyak tentang hal-hal humanis yang bisa menggugah kepekaan.
Seperti beberapa kisah yang sedikit banyak menarik perhatianku: Ainy, yang kisahnya begitu hangat sekaligus menyakitkan dengan permainan rasanya bersama Api. Kisah tentang persahabatan antara Kirana dan Bujangga, meski kian hari, di dada salah satunya ada rasa yang kian meletup. Atau jika ingin sesuatu yang lebih moderen namun tetap meninggikan cerita penuh rasa yang teramat hangat, ada pula kisah antara Arunika dan Langgas. Bisa juga kisah Mentari dan Timur yang kerap mengemukakan satire-nya pada pendidikan negeri ini, dan sempat menyentil tentang "orang miskin dilarang sakit". Atau yang paling menyesakkan jiwa, kisah terakhir: Senja Bersayap, yang begitu sendu dan meremas-remas hati. Kisah yang merintihkan pilu. Sakhi dan Alegori, rasanya aku ingin membuatkan cerita baru yang lebih membahagiakan untuk kalian berdua.
Dan barangkali -yang amat menabrak keras hatiku, kisah tentang Senggani dan Wira yang mendebarkan meski 'hanya' antara seorang penggemar dan idola, namun diwarnai kisah-kisah 'kaum kiri' di zaman dulu yang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil di tengah situasi politik yang sedang gonjang-ganjing, juga di tengah penangkapan-penangkapan orang tak bersalah yang hilang dan tak pernah kembali. Ini jadi kisah favoritku.
Di buku kali ini, kulihat Fiersa lebih berani menerabas batas nilai. Ia yang sebelumnya lebih banyak menulis tentang hal-hal realistis antara kehidupan dua insan, juga kisah-kisah petualangannya sendiri, kali ini lebih sering bermain dengan imaji yang bisa dikatakan 'tidak realistis'. Namun sekali lagi, pesan-pesan berbau humanis memang tak pernah Ia lepaskan. Contohnya saja percakapan antara malaikat baik dan buruk yang secara tak langsung mengkritik manusia yang tenggelam dalam roda modernisasi, sibuk dengan kegiatan duniawi.
Yang kusuka adalah, kepiawaian Fiersa dalam melabeli tiap tokoh dengan nama-nama yang asik. Samara, Gugu, Marhaen, Nirmala, Adabana, Timur, Arunika, Alegori, semuanya bagai merepresentasikan kesenduan tiap cerita. Sangat pas.
Dan kali ini, izinkan aku untuk tidak memberi kritik. Aku terlalu bingung harus mengkritik apa dari buku yang sudah membuatku jatuh ini. Tapi jika ada yang bertanya adakah kisah yang tidak kusuka, jawabannya: ada. Dari 11 cerita, aku tidak jatuh pada cerita berjudul Acak Corak, Home, dan Samar.
Terlepas dari itu, aku benar-benar menikmati buku ini. Membaca tiap bab diiringi lagunya masing-masing, membuat buku ini kian istimewa. Seperti sedang menonton film dilengkapi soundtrack yang sempurna.
Jika ingin membaca buku ini, aku sarankan, download dan putar lagunya, sandarkan punggungmu, buka tiap lembarnya secara perlahan, lalu tenggelamlah di dalamnya.
Comments
Post a Comment