Posts

Showing posts from December, 2019

Gie-Semeru-Ranu Kumbolo | #Prosa4

Image
Selamat ulang tahun. Soe Hok Gie, 17 Desember 1942 - 17 Desember 2019 (Foto - Kompas) Senja ini, ketika matahari turun Ke dalam jurang-jurang Semeru Aku datang kembali Ke dalam ribaanmu, Gie, dalam sepimu Dan dalam dinginmu Walaupun setiap orang berbicara Tentang manfaat dan guna Aku bicara padamu tentang rindu dan kekaguman Dan aku terima kau dalam keberadaanmu Keberadaanmu yang tiada Samudera awan dari jalur pendakian menuju Puncak Mahameru. (Foto - Nikhen Moko) Aku rindu padamu, Gie, yang gelisah dan kesepian Dirimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada Adalah raungan perasaan keadilan yang tajam Dirimu dan kekagumanku adalah kebisuan semesta Malam itu ketika dingin dan kebisuan Menyelimuti Ranu Kumbolo Kau datang kembali Dan bicara padaku tentang kehampaan semua Ranu Kumbolo, Gunung Semeru. (Foto - Hasanul Muqfy) Kau bilang, “Hidup adalah soal keberanian, Menghadapi yang tanda tanya Tanpa kita bisa mengerti, tan...

Untuk Gie, yang Abadi di Semeru

Image
In memoriam, Soe Hok Gie, 16 Desember 1942 - 16 Desember 1969 - 16 Desember 2019 (Foto - TaucOS) Hai, Gie. Apa kabar? Tenang-tenang saja di sana, kan? Atau kau masih saja gelisah dengan keadaan negeri ini -seperti dahulu kala? Jangan gelisah lagi, kau tak perlu memikirkan apa yang ada di sini. Biar kami saja. Berbahagialah di sana. Ngomong-ngomong, 16 Desember 50 tahun lalu, kau sedang ada di Semeru, bukan? Duduk di tepi jalur pendakian menuju puncak Mahameru dengan lutut kaki terlipat ke dada, sambil merenung lamat-lamat. Ya, kau merenung kala itu. Lalu ketika kawan sependakianmu lewat, kau titipkan batu padanya. Katamu, untuk dikasih ke cewek-cewek di kampus. Ah.. ada-ada saja kau, Gie. Baca juga:  Tulisan Seorang Guru, "Minggu Bersama Gie" Aku penasaran, Gie. Apa yang kau renungkan kala itu hingga membuatmu duduk lebih lama di tempat kau berpotensi lebih banyak menghirup asap dari Kawah Jonggring Seloko Mahameru yang ‘maha’ beracun itu, yang pada a...

Gitanjali | #BookReview13

Image
Febrialdi R. - Gitanjali "Hidup itu seperti gunung. Selalu lebih jauh, lebih tinggi, dan lebih berat medannya daripada yang terlihat." -Hendri Agustin Judul: Gitanjali Penulis: Febrialdi R. @edelweisbasah Penerbit: mediakita Tahun terbit: 2018 Ketebalan: x+302 hlm ISBN: 979-780-560-2 Apa artinya mendaki jika tak mampu menyerap semangat serta nilai-nilai yang diajarkan oleh alam pada kehidupan sehari-hari? Apa artinya berdiri di puncak gunung, jika masih belum mampu menaklukkan kesombongan sebagai manusia? Adalah Ed, seorang lelaki yang hendak melakukan pendakian The Seven Summits of Indonesia (puncak-puncak tertinggi di Indonesia), untuk Ia persembahkan kepada Ine, kekasihnya. ** Untuk Ine, Aku tulis kisah ini sebagai persembahanku sesuai janjiku padamu Segalanya telah berpulang padamu Kamulah hakimnya. ** Jika melihat tulisan milik Febrialdi R. sebelumnya di buku BARA, aku merasakan perubahan yang cukup indah dalam buku...

Hingga Awan Bersenandung Jingga | #Prosa3

Usai berjibaku dengan sesaknya hari, kembali ke rumah, Aku mulai dijejali rasa sesak yang lain Entah apa Kau apa kabar? Hari ini, adakah cukup rasa bahagia bersemi di hatimu? Kuharap begitu, meski Aku tak janji jika diri ini juga merasakan bahagia serupa Setidaknya, satu saja di antara kita perlu merasakan bahagia, bukan? Biar seimbang Kau tanya bagaimana kabarku? Mungkin kau bisa menebaknya sendiri Aku hanya sedang duduk, termenung di tengah ruang tamu usang penuh aroma masa lalu   Diapit dinding kayu, barang-barang tak terpakai, penuh suara masa lalu Masa lalu tentang kebahagiaan yang pernah kurasakan bersama orang-orang yang kusebut, keluarga Meski, yah.. kini tidak lagi Ada gap besar di antara kami. Semua berubah asing Aku pernah cerita soal ini padamu, bukan? Tapi tunggu dulu, Aku sadar sedang tidak bersedih karena itu Dadaku tidak sesak karena mengingat masa-masa penuh tangis dan dendam itu Tapi.. dada ini terhimpit dan sesak...