Rich Dad, Poor Dad | #bookreview16

Robert T. Kiyosaki - Rich Dad, Poor Dad


Judul: Rich Dad, Poor Dad
Penulis: Robert T. Kiyosaki & Sharon L. Lechter C.P.A.
Tahun terbit: 2000
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan: xxv+238 halaman
ISBN: 978-979-655-927-5

Robert Kiyosaki mengajar orang untuk menjadi jutawan. Itu sebabnya mereka menyebutnya guru sekolah para jutawan. Ia bilang, alasan utama orang bersusah payah secara finansial adalah karena mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah tetapi tidak belajar apa pun tentang uang. Hasilnya adalah, bahwa orang belajar untuk mencari uang, tetapi tidak pernah belajar agar uang bekerja untuk mereka.

Sementara Sharon Lechter mengatakan, saya mencintai anak-anak saya dan ingin agar mereka mendapatkan pendidikan sebaik mungkin! Sekolah tradisional, meskipun sangat penting, tidak lagi memadai. Kita semua harus mengerti soal uang dan bagaimana cara kerjanya.

Buku ini akan menghancurkan mitos bahwa Anda harus mendapatkan pemasukan yang tinggi untuk menjadi kaya; mempertanyakan keyakinan bahwa rumah Anda adalah aset; menunjukkan pada orang tua mengapa mereka tidak dapat mengandalkan sistem sekolah untuk mengajar anak-anak mereka dalam hal uang; mendefinisikan dengan tajam dan jelas perbedaan antara aset dan liabilitas; serta menunjukkan cara mengajar anak-anak Anda soal uang, sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan yang tidak Anda peroleh.

Buku ini benar-benar membuka mata saya tentang betapa pentingnya pengetahuan finansial. Bukan sekadar tahu soal butuhnya manusia terhadap uang, namun juga tentang bagaimana menghasilkan uang dan membuat uang bekerja untuk manusia itu sendiri.

Sejak kecil, orang tua saya membiasakan saya menabung, juga membiasakan saya untuk bekerja keras demi mendapatkan uang yang saya inginkan. Tetapi saya tidak pernah diajarkan untuk melipatgandakan uang. Artinya, saya hanya terbiasa dengan pola: dapat uang, beli ini itu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan saya, habis, cari lagi. Begitu seterusnya. Saya tidak pernah diajarkan cara mengembangbiakkan uang yang saya hasilkan. Alhasil, kehidupan saya berputar di situ-situ saja, khususnya dalam hal finansial. Meski jika dihitung pengeluaran saya sejak dahulu kala hingga saat ini barangkali sudah miliaran atau bahkan triliunan, tetapi toh saya di sini-sini saja. Dari sisi finansial, tidak banyak yang berubah. Mengutip yang dikatakan Robert Kiyosaki, saya sudah masuk dalam ‘Rat Race’, perlombaan tikus, dan tidak tahu lagi bagaimana cara untuk melepaskan diri dari sana.

Di bab pengantar buku ini, saya langsung disodorkan dengan pertanyaan, “Apakah sekolah menyiapkan anak – anak kita untuk menghadapi dunia yang riil?” yang membuat saya merenung saat itu juga. Apakah sekolah yang selama ini saya geluti, benar – benar menyiapkan saya untuk menghadapi dunia nyata yang penuh tantangan? Entahlah. Saya pun masih ragu dengan itu. Karena memang, hingga detik ini pun, saya masih kewalahan dalam banyak hal, kendati hal – hal itu ‘harusnya’ sudah sering saya pelajari di sekolah.

Belum masuk di halaman satu, saya pun sudah ditampar dengan kalimat, “Memperoleh pendidikan yang baik dan meraih ranking yang baik tidak lagi menjamin kesuksesan, dan tak seorang pun yang tampak memperhatikan hal itu..” di zaman ini. Parahnya, pentingnya pendidikan finansial juga kerap diabaikan.

Manusia – manusia kini sangat sedikit mengetahui tentang akuntasi atau investasi, hal yang sangat penting dalam hidup. Dari kesadaran ini, muncul pertanyaan lagi, “Bagaimana manusia kini mengatur masalah keuangan mereka sendiri dalam kehidupan riil sehari – hari?

Robert, dalam buku ini menyadarkan kita bahwa dunia sudah berubah, tetapi pendidikan tidak berubah bersamaan dengan dunia itu. Menurut Robert, anak – anak menghabiskan waktu bertahun – tahun dalam sebuah sistem pendidikan yang kuno, mempelajari masalah – masalah yang tidak akan pernah mereka gunakan, dan menyiapkan diri mereka untuk sebuah dunia yang tidak lagi ada.

Sekarang, nasihat paling berbahaya yang bisa diberikan pada seorang anak adalah, “Pergilah ke sekolah, belajarlah rajin – rajin, raihlah ranking yang tinggi, dan carilah pekerjaan yang aman dan terjamin.” Menurut Robert, nasihat itu sudah kuno, dan itu nasihat yang buruk. Karena jika kita menginginkan masa depan yang terjamin secara finansial, kita tidak dapat bermain dengan seperangkat aturan kuno. Itu terlalu berisiko.

Sungguh bodoh untuk mengasumsikan bahwa pendidikan yang diberikan oleh sistem sekolah akan menyiapkan kita untuk suatu dunia yang akan kita hadapi setelah kita lulus nanti. Setiap kita membutuhkan lebih banyak pendidikan. Pendidikan yang berbeda, yang lain dari yang diberikan oleh sekolah. Dan kita perlu mengetahui aturan itu. Seperangkat aturan yang berbeda. Meski pendidikan tetap tidak bisa diabaikan, setidaknya, ada lebih banyak hal yang perlu dipelajari. Seperti halnya keterampilan skolastik adalah sangat penting, begitu pula keterampilan finansial dan komunikasi.

Mendorong diri untuk menjadi karyawan, berarti mendorong diri sendiri untuk membayar pajak lebih besar seumur hidup.”

Saya merasa beruntung bisa menjadi satu dari ratusan orang yang bisa membaca buku ini. Saya jadi banyak tahu dan bisa melihat dua perspektif berbeda terkait finansial, dari dua orang dengan latar belakang yang berbeda. Satu dengan latar belakang pendidikan formal yang luar biasa, satunya lagi dengan latar belakang pendidikan formal yang biasa – biasa saja. Keduanya mengajarkan saya banyak hal yang begitu telak.

Sesuai judul bukunya, Rich Dad Poor Dad, dalam buku ini, Robert seakan ingin membawa kita berkenalan dengan dua ayahnya yang sangat berbeda dari sisi finansial, juga dari sisi pendidikan. Ayahnya yang pertama adalah ayah yang berpendidikan tinggi, dia mempunyai gelar Ph.D. dan menyelesaikan empat tahun pendidikan sarjananya hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Kemudian dia melanjutkan studinya ke Stanford University, University of Chicago, dan North-western University, semuanya dengan beasiswa penuh. Sementara ayahnya yang kedua, bahkan tidak pernah menyelesaikan pendidikan SMP-nya. Anehnya, justru ayahnya yang berpendidikan tinggilah yang Ia sebut ‘Poor Dad’, sementara ayahnya yang bahkan tidak lulus SMP, Ia juluki ‘Rich Dad’. Kenapa? Ada beberapa fakta yang hadir dari situ.

Ayahnya yang terdidik menasihati dia agar bekerja untuk sebuah perusahaan. Ayahnya yang kaya menasihati dia untuk memiliki sebuah perusahaan. Ayahnya yang terdidik, mendorong Robert untuk menjadi orang yang pandai dan cerdik. Ayahnya yang kaya mendorong Robert untuk mengetahui bagaimana mempekerjakan orang yang pandai dan cerdik.

Ayahnya yang terdidik mengatakan, “Cinta akan uang adalah akar segala kejahatan.” Ayahnya yang kaya bilang, “Kekurangan uang adalah akar segala kejahatan.” Ayahnya yang terdidik sering bilang, “Saya tidak mampu membelinya.” Ayahnya yang kaya bertanya, “Bagaimana saya bisa membelinya?

Ayah yang satu merekomendasikan, “Belajarlah yang giat sehingga kamu dapat menemukan sebuah perusahaan yang baik untuk bekerja.” Satunya lagi merekomendasikan, “Belajarlah yang giat sehingga kamu menemukan perusahaan yang baik untuk kamu beli.” Yang satu mengatakan, “Alasan saya tidak kaya adalah karena saya mempunyai kamu, Nak.” Satunya lagi mengatakan, “Alasan saya harus kaya adalah karena saya mempunyai kamu, Nak.” Yang satu berkata, “Bila sampai pada urusan uang, bermainlah dengan aman, jangan mengambil risiko.” Satunya lagi mengatakan, “Belajarlah mengelola risiko.

Dengan semua nasihat yang sangat bertolak belakang itu, pada umur 9 tahun, Robert memutuskan dirinya untuk mendengarkan dan belajar dari ayahnya yang kaya mengenai uang. Karena itu, Ia memilih untuk tidak mendengarkan ayahnya yang miskin, sekalipun ayah yang itu memiliki semua gelar universitas.

Buku ini harus dibaca semua orang yang ingin terbebas secara finansial, dan tidak mau terjebak dalam perlombaan tikus seumur hidupnya. Karena uang adalah salah satu bentuk kekuasaan, kekuatan. Tetapi yang lebih kuat adalah pendidikan finansial. Uang datang dan pergi, tetapi jika kita mempunyai pendidikan tentang bagaimana uang bekerja, kita akan memperoleh kekuasaan atasnya, dan dapat mulai membangun kekayaan.

Alasan mengapa pemikiran positif saja tidak berhasil adalah karena kebanyakan kita pergi ke sekolah dan tidak pernah belajar bagaimana uang bekerja, sehingga kita menghabiskan hidup untuk bekerja demi uang.

Dalam buku ini, kita akan disuguhkan dengan enam pelajaran. (1) Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang; (2) Mengapa Mengajarkan Melek Finansial?; (3) Uruslah Bisnis Anda Sendiri; (4) Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi; (5) Orang Kaya Menciptakan Uang; (6) Bekerja Untuk Belajar -Jangan Bekerja Untuk Uang.

Rich Dad Poor Dad adalah alat pendidikan untuk setiap orang yang tertarik untuk menjadikan pendidikan dan posisi finansial mereka sendiri lebih baik. Mari membaca, dan temukan apa yang tidak kau dapatkan di sekolah seumur hidupmu, dalam buku ini.

*Terima kasih untuk kawan saya, Iyan, yang sudah menghadiahkan buku ini.
Semoga bahagia selalu..


Comments

Popular posts from this blog

FUNGSI RIBBON PADA MICROSOFT WORD

Mencari Kawan ke Pulau Pepaya (Pepaya Island, Part 1)

Percaya - Yang Kutahu Tentang Cinta | #bookreview6