Le Petit Prince | #bookreview37
Judul: Le Petit Prince (Pangeran Cilik)
Penulis: Antoine De Saint-Exupery
Penerbit: Gramedia
Tahun terbit: 1943, oleh Gramedia 2011
ISBN: 9786020323411
Ketebalan: 120 halaman
Pangeran Cilik termasuk buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Konon pernah disadur ke dalam 230 bahasa asing.
Buku ini memang luar biasa. Tampaknya seolah cerita anak-anak, tapi sebenarnya dinikmati dan direnungkan juga oleh orang dewasa. Lewat cerita seorang anak yang mengamati dunia dengan mata naif dan lugu, Saint-Exupery menyentuh beberapa nilai dan pengalaman manusia yang paling dasar, seperti kekuasaan, tanggung jawab, dan cinta.
Dongeng yang mengharukan sekaligus amat mendalam ini termasuk karya-karya agung sastra dunia yang tak terlupakan.
...
Betul yang pernah dikatakan orang-orang, bahwa meski terlihat layaknya buku anak-anak, buku ini justru jauh lebih dewasa dari segi pemikirannya.
Saat membaca buku ini, kita akan melewati banyak pembelajaran hidup yang baik. Kita akan melalui cerita tentang anak kecil yang mimpinya kerap dipatahkan oleh orang-orang dewasa, tentang orang-orang dewasa yang selalu merasa paling benar dengan menghakimi segala sesuatu dari tampak luar saja, dan tentang orang dewasa yang selalu menilai segala hal berdasarkan angka (umur, berat badan, besaran gaji, harga rumah).
Kita akan menyaksikan kisah tentang kekuasaan yang melenakan; tentang orang-orang sombong yang hanya mendengar pujian semata, tidak kritikan, lalu memohon-mohon untuk dikagumi; tentang para pemabuk yang amat ganjil; tentang seorang serius yang kerap menghitung hal-hal tidak perlu; tentang aturan yang tidak berubah, padahal zaman sudah berubah begitu cepat hingga yang tersisa hanyalah ketidakstabilan; tentang seorang tua yang tak berhenti menulis hal-hal “abadi”; dan tentang manusia, yang hidup mengikuti arah angin, terbawa-bawa akar, tidak pernah jelas berada di mana.
Hal-hal yang kecil sekali, menjadi perenungan yang begitu dalam akibat buku ini.
“Apa itu ritual?” tanya Pangeran Cilik.
“Itu pun sesuatu yang sudah terlalu lama diabaikan,” kata rubah.
“Ritual itulah yang membuat suatu hari berbeda dengan hari lainnya, suatu jam berbeda dengan jam lainnya. Pemburuku misalnya, mereka mempunyai satu ritual. Hari Kamis, mereka berdansa dengan gadis-gadis desa. Maka itu, hari Kamis adalah hari yang indah. Aku berjalan-jalan sampai ke kebun anggur. Kalau para pemburu berdansa kapan saja, maka semua hari akan serupa, dan aku tidak dapat berlibur.”
Sesederhana itu buku ini mengajarkan tentang perbedaan-perbedaan yang justru menciptakan kebahagiaan. Bahwa kita harus berbeda dulu untuk merasakan sesuatu menjadi istimewa, jika semua sama, tak akan ada lagi yang istimewa di dunia ini.
“Yang membuat gurun pasir lebih indah ialah karena Ia menyembunyikan suatu sumur entah di mana.” kata Pangeran Cilik.
“Ketika aku masih kecil, aku tinggal di rumah tua yang konon ceritanya ada harta karun terpendam di dalamnya. Harta karun itu tentu saja tidak pernah ditemukan orang, malah barangkali tidak pernah dicari. Tetapi rumahnya memesona karenanya. Rumahku menyembunyikan rahasia di hati sanubarinya.”
“Ya,” kataku pada Pangeran Cilik, “Baik rumah, bintang-bintang, maupun gurun pasir, yang membuatnya indah tidak tampak di mata!”
Hal sederhana lagi, kini menegaskan bahwa pada dasarnya apa-apa yang terlihat hanya dari luar bukanlah sesuatu yang begitu penting. Yang paling penting adalah apa yang tersimpan di dalamnya. Seperti manusia, yang terpenting adalah kebaikan hatinya yang tersimpan rapat-rapat dalam tubuhnya, yang tak terlihat secara kasat mata.
Mengutip apa yang dikatakan Henri Chambert-Loir, segala unsur gaya di dalam buku ini mempunyai peran dalam arsitektur ceritanya, yang mengandung amanat untuk orang dewasa dalam samaran kisah untuk anak-anak. Pangeran Cilik adalah kisah cinta, dan sebagaimana halnya cinta, pengungkapan sama penting dengan perasaan.
Aku merekomendasikan buku ini!
Comments
Post a Comment