Menekuri Keadaan Diri di Tengah Forum LK2 | #Journey2021-6
Baca cerita sebelumnya: Mulai Menikmati Forum, Hingga Jadi Kepala Suku | #Journey2021-5
Waktu berjalan cepat. Forum terus berjalan, diselingi hiruk-pikuk dan sulit bahagianya. Selain bebanku yang tambah banyak dengan terpilihnya aku sebagai ibu kepala suku, semakin hari aku juga semakin lemas, kondisi kesehatanku terus menurun.
Tifus membuatku tidak boleh beraktivitas terlalu banyak, apalagi hingga larut malam. Namun, forum LK2 tidak mungkin menolerir hal itu. Bagaimana tidak? Selain menerima materi yang bejibun, setiap harinya kami juga harus membuat resume materi. Syukur-syukur jika yang memberi tugas bukan Master Rozi, karena hanya perlu meresensi saja, tanpa harus ada referensi. Lah, jika Master Rozi yang menutup forum, yang berarti dia juga yang memberi tugas, maka kami harus siap-siap membuat resensi dengan referensi minimal lima. Itu tentu menyita waktu tidur kami lebih banyak.
Manalagi setiap harinya kami harus bangun subuh, masuk forum sekitar setengah 7, jam 7, atau setengah 8 pagi, lalu forum berakhir baru pukul 12 malam atau paling lama pukul 3 dini hari, dan masih harus mengerjakan tugas setelahnya.
Pada akhirnya, beberapa kali aku harus rela ketinggalan materi, karena tifusku kambuh, dan aku benci kenyataan itu. Pertama, aku harus ketinggalan sesi diskusi kelompok terpumpun, atau yang biasa kita kenal dengan sebutan focus group discussion (FGD). Aku izin dengan tenang pada Master Ruhin malam itu. Aku memilih minta izin padanya karena kulihat dia yang paling bersahaja dibanding master-master lain. Usai minta izin, aku berjalan pelan sekali ke asrama, dan langsung tidur telentang sesaat tiba di kamar. Badanku menggigil, suhu badanku tinggi, dan sekujur tubuh rasanya capek sekali.
Kedua, aku harus rela kehilangan momen berharga praktik ideopolitorstratak yang sudah kuidam-idamkan sejak lama. Malam itu usai materi soal "bebek-bebek peradaban", tifuskus benar-benar kambuh. Itu sudah malam terakhir forum. Aku berusaha bertahan hampir setengah jam. Vian, Mas Rodzi, Nanda, dan beberapa kawan mulai mengkhawatirkan kondisiku dan terus meminta aku segera kembali ke kamar. Tapi aku tidak mau mengambil risiko ketinggalan materi terakhir.
Namun, kondisiku tidak terelakkan. Pada akhirnya aku tidak tahan lagi, dan memutuskan kembali ke kamar, diboyong oleh Mas Rodzi dan Nanda. Aku kalah malam itu, dan aku benci dengan fakta ini.
Terkadang aku merutuki diriku sendiri yang sebegitu lemah. Pasalnya, tidak pernah sebelumnya aku selemah itu hingga sakit di tengah-tengah kegiatan. Bahkan di setiap kegiatan yang pernah kuikuti, aku justru sering jadi perempuan paling kuat. Maka menemui kenyataan aku yang lemah saat forum LK2 itu, membuatku ingin teriak marah, dan menangis sejadi-jadinya.
Namun, kondisiku itu kemudian mengingatkanku bahwa aku juga manusia yang tidak akan selamanya kuat. Aku belajar, bahwa kita tidak salah ketika kita sakit. Yang salah itu, ketika kita tetap memaksakan diri, menyiksa diri, padahal tubuh kita sedang kesakitan. Aku belajar banyak selama forum kemarin. Tidak hanya soal materi-materi tekstual, tetapi juga pembelajaran hidup yang baik.
Dan terlepas dari sakitku yang hampir selalu kambuh, dan kondisiku yang kian lemah itu, forum berjalan lancar hingga akhir. Setelah kurang lebih sepuluh hari berkutat dengan screening hingga forum LK2 itu, akhirnya kami bertemu hari terakhir. Sebuah hari yang sangat kami syukuri.
...
Siang berjalan cepat. Setelah menerima lagi satu materi terakhir, kami mengikuti post test atau tes terakhir. Sebuah tes yang katanya akan menjadi penentu nilai akhir kami semua.
Ruangan hening seketika usai lembar soal dan lembar jawaban dibagikan. Kami semua tiba-tiba saja seakan sedang mengikuti lomba menulis. Tangan-tangan kami menari lincah di atas kertas kosong, entah karena benar-benar tahu jawabannya, atau hanya karena tertuntut untuk cepat selesai dan menulis apa saja yang terlintas di kepala.
Hanya satu jam, dan waktu selesai. Kebanyakan dari kami, protes dan berusaha meminta tambahan waktu. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Pantas saja, mengingat satu pertanyaan, jawabannya bisa sampai satu lembar, terlebih untuk orang yang punya tulisan besar-besar sepertiku.
Namun, selesai tidak selesai, kami tetap harus mengumpulkan kertas tes. Tidak ada toleransi. Dan sebagai ibu kepala suku, meski aku juga belum selesai, aku harus membantu mengumpulkan kertas milik kawan-kawan lain dan segera menyerahkannya kepada para MOT.
Master Mabruroh mulai menghitung, kawan-kawan lain yang masih terus menulis, buru-buru berlari ke depan, mengantar kertas jawaban. Beberapa bahkan masih terus menulis sembari berjalan ke depan, tidak peduli tulisannya semakin tidak terlihat bentuknya.
Dan, akhirnya, rangkaian tes dan materi sepanjang forum selesai juga.
...
Penutupan.
Semua peserta duduk manis di kursi masing-masing, teratur seperti pembukaan awal. Di depan sana, Master Maskur sedang membacakan SK Kelulusan Peserta LK2 HMI Cabang Bangkalan, disaksikan oleh semua tamu undangan, termasuk petinggi-petinggi daerah setempat.
Kami tegang di kursi masing-masing. Bagaimana jika tidak lulus? Gagal jadi LK2?
Satu per satu nama peserta beserta asal cabang, dibacakan, lengkap dengan keterangan lulusnya. Sudah dua puluh orang, sejauh ini semua masih dinyatakan lulus. Aku kian tegang. Nomor 41 semakin dekat.
"Ragil, asal Cabang Bojonegoro, dinyatakan lulus." Umum Master Maskur di depan sana. Aku ingat sekali, nama milik Ragil berada di nomor 40, berarti aku setelah ini, nomor 41. Aku semakin gugup.
"Rikhwana Mokoginta, asal Cabang Gorontalo, dinyatakan ..." suara Master Maskur seakan menggantung di langit-langit ruangan, tanganku sudah berkeringat dingin. "Lulus ..." Lalu kata itu meluncur begitu saja. Dadaku yang bergemuruh sejak tadi, seketika itu terasa lebih lapang.
Hingga akhir pengumuman, tidak ada satu pun peserta yang mendapat predikat "tidak lulus". Kami semua lulus, dengan hasil yang cukup memuaskan. Kanda Ibnu dari Cabang Makassar pun dinobatkan menjadi peserta terbaik dengan perolehan nilai kurang lebih 200. Paling tinggi di antara kami semua.
Saat itu, di kata terakhir Master Maskur, kami semua mengembuskan napas lega.
"Akhirnya selesai juga ...." Syukur kami dalam hati.
Comments
Post a Comment