Mulai Menikmati Forum, Hingga Jadi Kepala Suku | #Journey2021-5
Baca cerita-cerita sebelumnya:
Bersusah-susah Saat Screening, Bersenang-senang di Forum Kemudian (?) | #Journey2021-4
Belasan Jam di Atas Kereta, Hingga Lewat Suramadu | #Journey2021-3
Usai Sesak, Terbit Kemalangan Baru | #Journey2021-2
Kisah Sesak di Awal Perjalanan | #Journey2021-1
26 Januari 2021
Screening selesai. Peserta yang berjumlah 46 orang, semua dinyatakan lulus. Akhirnya forum dimulai.
Tidak ada yang terlampau spesial dari forum LK2 ini. Kurang lebih sama dengan kelas atau seminar atau workshop pada umumnya. Yang spesial hanyalah fakta bahwa usai forum ini kami akan naik satu jenjang lebih tinggi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Usai penutupan yang dihadiri langsung oleh Bupati Bangkalan -yang juga seorang kanda, kami langsung masuk ke orientasi LK2, termasuk pengenalan para Master of Training (MOT) yang akan mengelola forum ini selama beberapa hari ke depan.
Kuperhatikan satu per satu wajah master-master itu. Beberapa kukenali, lebih banyak lagi yang wajah baru. Master Maskur, Master Toriqi, Master Romaji, Master Umam, dan Master Ana -yang terkenal galak- masuk dalam jajaran MOT. Menyebalkannya, si master dengan wajah menyebalkan itu juga masuk. Di screening dia seseram itu, bagaimana di forum nanti? Entahlah.
Sepanjang perkenalan MOT, aku hanya fokus pada informasi soal jenjang kader yang sudah mereka lalui. Beberapa membuatku takjub karena jenjang kadernya tuntas, bahkan melebihi: LK1 sampai LK3, ditambah SC dan pelatihan khusus NDP. Gilak! Kupikir-pikir, "Aku bisa seperti itu, tidak, ya?"
Usai perkenalan, seorang master bernama Mabruroh mengambil alih forum dan mulai masuk pada pembahasan tujuan dan target LK2. Setelah itu, forum diambil alih oleh Master Jamil untuk pembahasan tata tertib -yang kemudian jadi bulan-bulanan para peserta untuk dikritisi.
Setelah orientasi, kami langsung masuk materi awal. Menyesuaikan dengan tema LK2 ini, yaitu: HMI dan Transformasi Sosial, materi selama forum LK2 ini pun kebanyakan soal teori perubahan sosial, yang disinkronkan dengan lima materi inti HMI.
Pemateri pertama ini, Kanda Luthfil Hakim, bicara banyak soal optimisme dan pesimisme pembangunan Indonesia di tengah pandemi. Tidak seperti forum LK1 yang kebanyakan pematerinya menggunakan metode ceramah, di forum LK2 ini kami lebih bebas berpendapat, berdiskusi, mengkritisi. Hampir semua peserta diberikan kesempatan untuk sekadar menyampaikan argumennya, dengan didukung referensi-referensi yang jelas.
Di materi awal ini, aku jadi tahu soal fakta "perampokan" besar-besaran yang terjadi di sektor ekonomi di Indonesia, karena orang-orang berlomba-lomba mendirikan bank.
Selain menerima materi, sepanjang forum ini kami juga bergantian mempresentasikan makalah yang sebelumnya sudah kami buat sebagai persyaratan untuk ikut LK2 di HMI Cabang Bangkalan ini. Setiap presentasi disesuaikan dengan materi yang baru saja disampaikan. Misalnya kami baru menerima materi soal perubahan sosial, maka yang akan melakukan presentasi setelahnya adalah peserta yang makalahnya terkait teori perubahan sosial juga. Hal itu menjadi selingan menarik, dan membuat forum tidak terlampau membosankan.
Materi kedua, Manajemen Organisasi Dalam Menghadapi Tantangan Disrupsi. Di sini kami belajar banyak soal manajemen strategi, era-era disrupsi, hingga ranah digitalisasi.
Forum berjalan begitu saja, kadang mengantuk, capek, kadang juga bersemangat dan menggebu. Selama forum berlangsung, kami pun mulai saling mengenal dekat satu sama lain.
Aku tetap tidak terpisahkan dengan Nanda dan Indah, karena sejak hari terakhir screening, aku sudah pindah ke kamar mereka, karena kamarku sebelumnya akan digunakan oleh beberapa master. Selain mereka berdua, aku juga kerap jalan bersama Musdalifah dan Dwi. Tiba-tiba saja kami jadi seakan geng perempuan di forum ini, terpisah dengan kawan-kawan perempuan asal Cabang Bangkalan yang lebih banyak menghabiskan waktu di antara mereka saja -meski di waktu-waktu tertentu bergabung juga kami semua.
Selain kawan-kawan perempuan itu, aku juga mulai akrab dengan Mas Rodzi asal Malang, Soleh dan Imron asal Bangkalan, Sya'ban asal Kediri, Ragil asal Bojonegoro, Vian asal Singaraja, dan beberapa kawan lain lagi. Dody yang sebelumnya banyak ngobrol denganku saat masih di Sekretariat Rato Ebhu, saat forum justru menjadi sedikit "jauh". Mungkin dia sedang berusaha fokus dalam forum.
...
Hari baru tiba lagi. Kami bangun, menyegerakan mandi, bersiap, dan langsung menuju tempat kegiatan yang hanya sekitar 50 meter dari asrama. Syukur-syukur saat ini air selalu tersedia, tidak seperti saat masih tahap screening. Waktu itu kami harus rela tidak mandi sampai pukul 9 atau 10, karena air sering habis dan harus diisi ulang dengan selang besar dari genteng. Biasanya, yang mengurus perihal air ini adalah Master Yasin. Tidak ada Master Yasin, berarti tidak ada air. Dari situlah muasal kenapa kami kemudian menyebutnya "Bang Jago", karena seakan dia mampu melakukan segalanya.
Nganter jemput peserta, dia bisa. Beli makanan, apalagi. Ngisi air di kamar mandi, sudah jadi rutinitas. Jika kami ingin mengeluhkan sesuatu juga datangnya ke Master Yasin. Bahkan sempat sekali waktu ketika wastafel di ujung ruangan jebol, kami pun mengadukannya pada Master Yasin. Dia seakan bisa segalanya, dan cocok sekali dengan sebutan itu: Bang Jago.
Terlepas dari Master Yasin yang seakan bisa melakukan semua hal itu, kami menyebutnya Bang Jago juga karena setiap kali melakukan hal-hal itu, kami perhatikan dia seakan tidak memerlukan bantuan orang lain. Dia tidak pernah meminta bantuan.
Pernah waktu kami sedang antre untuk masuk ke pos sejarah, kami melihat dia seorang diri sedang mengisi tanki air di depan asrama menggunakan selang besar. Dia terlihat kerepotan sendiri, tetapi sama sekali tidak mau meminta bantuan. Saat itu dia sampai harus memanjat ke atas wastafel dan menopang selang air besar itu seorang diri. Haha. Lucu juga jika mengingatnya saat ini.
Pagi kami dibuka dengan sarapan, lalu langsung masuk materi usai beberapa permainan singkat. Aku tidak tahu persis seperti apa urutan materinya, yang pasti selama forum itu kami hanya dijejali materi terus-menerus.
Kami sempat menerima materi Analisis Ekonomi Nasional dan Masyarakat Konsumsi Era Disrupsi dan Pandemi Covid-19 dari Kanda Achmad Jayadi. Di situ kami belajar tentang ekonomi Indonesia yang disebut ekonomi kerakyatan, juga ekonomi pancasila. Kami disuguhkan soal cerita krisis moneter yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1997--1998 -aku baru lahir, serta soal PDB Indonesia saat ini yang lebih dari 10 ribu USD per tahunnya. Kami yang bukan anak ekonomi, celingak-celinguk tidak mengerti sepenuhnya.
Ada juga materi Teori Perubahan Sosial: Indonesia Dalam Ayunan Peradaban oleh Kanda Dedi Mulawarman, seorang dosen dari Universitas Brawijaya. Nah, ini materi yang panjang dan sulit sekali kucerna, dan barangkali beberapa kawan juga merasakan hal itu. Kalimatnya yang tidak pernah kami lupakan sampai saat ini, "Kalian ini bebek-bebek peradaban!" Lah. Meski kadang kami berusaha menolak apa yang Ia katakan soal generasi kami yang kebanyakan ikut-ikutan, dalam hati kami juga sulit menampikkan. Bebek-bebek peradaban, ngakak deh. Hahahaha.
Lalu ada materi Studi Pergerakan Islam, pematerinya dua sekaligus: Kanda Safiq dan Kanda Imron Rosyadi -namanya sama persis dengan naman lengkap si Imron, peserta asal Bangkalan.
Di materi ini, kami lebih banyak bicara sejarah. Soal organisasi-organisasi Islam pergerakan sejak 1911, hingga soal partai-partai Islam yang bermunculan sekitar 1947. Namun, jujur tidak banyak yang kutulis di buku catatanku soal materi ini. Dua pemateri kurang bersemangat, membuatku mengantuk sepanjang materi, dan hanya bergabut ria dengan Sya'ban di kursi belakang. Sya'ban si peserta dari Kediri menjadi kawan yang menyenangkan saat itu. Teman dalam mengusir gabut.
Materi selanjutnya, Menangkal Paham Radikalisme Dengan Penguatan Pemahaman Kebinekaan, oleh Kapolres Bangkalan, Didik Haryanto. Materinya datar, isinya tekstual semua. Aku sama sekali tidak berselera.
Lalu ada materi Wawasan Nusantara: Meninjau Kembali Nusantara Pascapandemi Covid-19 Dalam Percaturan Geoekonomi oleh Kanda Achdiar, yang saat ini tengah menempuh pendidikan S3 di Malaysia.
Dia hadir di tengah-tengah forum dengan gaya yang "jawa" sekali. Pakai blangkon, baju batik, celana batik -seperti batik Yogya atau batik Solo, dengan rambut terurai. Dia seakan "jawa" berjalan. Sangat menarik, seorang kandidat doktor, yang gayanya sangat nusantara, bukan gaya barat.
Secara pribadi, aku suka dengan gayanya menyampaikan materi. Tidak loyo, tidak juga terlampau menggebu. Dia juga kerap memberi ilustrasi nyata dari apa yang dia sampaikan. Wawasannya luas sekali, tetapi pembawaannya sangat sederhana. Dia menjadi salah satu pemateri favoritku.
Dan materi yang paling kami tunggu-tunggu, Ideopolitorstratak: Ideologi, politik, organisasi, strategi, dan taktik. Materi ini muncul dengan dasar-dasarnya, dipantik oleh Master Khorofi, lalu berkembang menjadi banyak sekali materi khusus.
Berbicara Ideopolitorstratak, berbicara komunisme, kapitalisme, sekularisme, imperialisme, liberalisme, sosialisme, dan berbagai paham lain. Juga bicara soal strategi HMI dalam menghadapi pandemi covid-19; soal era baru industrialisasi digital; tentang komunikasi organisasi; spin doctor; organisasi modern; independensi HMI; media siber; hingga menyentil soal post-truth.
Sayangnya, materi NDP HMI kurasa tidak tuntas. Hanya dua bab yang dibahas, Bab 1: Dasar-dasar Kepercayaan, dan Bab 7: Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan. Padahal, kuingin sekali mendalami NDP, dimulai dengan dasarnya dari perspektif para pemateri di forum ini.
Lucunya, ketika masuk materi NDP Bab 1 yang diberikan oleh Kanda Ahmad Fauzi Hasim, beberapa kawanku protes secara tidak langsung pada pemateri, karena melakukan sesuatu yang menurut mereka tidak boleh dilakukan. Katanya dosa. Aku hanya tertawa, dan bilang, jika belajar NDP dengan pendekatan logika, tentu tidak akan seprotes itu. Apa yang dilakukan pemateri hanya menginjak tulisan Allah, yang notabenenya hanya simbol belaka. Mereka tetap tidak terima, dan sibuk marah-marah sendiri.
Aku hanya tersenyum. Ternyata kultur belajar tiap kader HMI memang beda. Baru kemudian kutahu, kultur belajar anak-anak sini seperti kultur belajar di pesantren, agak sulit juga jika tiba-tiba, serta-merta disuguhkan pemikiran dengan logika dasar seperti itu. Tapi tidak apa-apa. Tiap kader punya plus minusnya masing-masing. Aku percaya soal itu.
Namun, aku tidak akan pernah lupa kejadian malam itu. Sebuah hal yang membuatku sedikit bisa berbangga diri pada kemampuanku yang pas-pasan ini.
Malam itu usai materi NDP Bab 1, si master dengan wajah menyebalkan, Master Rozi, masuk ke forum, berusaha menggali pemahaman kami terkait materi yang baru disampaikan.
Aku pun mengangkat tangan tinggi-tinggi, ingin menyampaikan isi NDP Bab 1 sesuai apa yang sudah kupelajari dari Kanda Arief Abbas selama follow up di Gorontalo kemarin. Beruntung, Master Rozi mengizinkanku bicara -tumben dia menyenangkan.
"Saya boleh pakai papan tulis, Master?" Tanyaku sebelum mulai menjelaskan.
"Oh, boleh. Silakan." Ucapnya, lalu berbalik mengambil papan tulis dan meletakkannya di atas sebuah kursi.
Aku pun menjelaskan apa saja yang kutahu sebisa mungkin, terutama soal masalah tadi: simbol Allah, dan bagaimana menuju pada kebenaran hakiki sebagaimana yang dimaksudkan dalam NDP Bab 1 itu. Intinya, membuktikan adanya Tuhan.
Aku menjelaskan menggunakan teori kausalitasnya Aristoteles; menjelaskan konsep waktu, ad-dahr dan al-waqt; tentang regresi infinitas; dan bagaimana pembuktian Tuhan ala Aristoteles itu kemudian diambil dan di-remake oleh filsuf-filsuf muslim besar seperti Al-Kindy, Al-Gazali, dan Ibnu Rusyd.
"Okai, good." Ujar Master Rozi sekilas saat aku sedang menjelaskan hal-hal itu di hadapan kawan-kawan peserta. Malam itu aku senang sekali bisa membagikan apa-apa yang kutahu, meskipun hanya sedikit.
Jujur aku sangat bersemangat dengan materi ini. Aku suka sekali. Hingga beberapa saat kemudian usai aku menjelaskan teori kausalitas itu di hadapan kawan-kawanku, aku masih terlibat bantah-bantahan dengan Master Rozi.
"Apa Tuhan bisa menciptakan batu yang lebih besar dari dia hingga tidak bisa Ia hancurkan? Jika bisa, maka berarti akan ada hal yang lebih besar dari Dia, sehingga membantah argumen bahwa Dia Mahabesar. Jika tidak, maka juga akan membantah sifatnya yang Mahakuasa." Itu pertanyaan yang diajukan Master Rozi usai aku menjelaskan. Itu omnipotence paradox. Aku menjawabnya lantang, dengan beberapa penjelasan singkat, tetapi aku tidak diacuhkan. Master Rozi seakan tidak mau mendengar penjelasanku, aku dibuat sebal -lagi.
Namun, malam itu tetap menyenangkan. Setidaknya, aku tidak ngantuk dan gabut seperti beberapa materi sebelumnya.
Begitu juga materi NDP Bab 7 oleh Kanda Sya'roni Sam. Saat itu, kebetulan aku yang jadi moderator, dan materinya keren sekali. Pantas saja, Kanda Sya'roni ini adalah salah satu anggota tim 8 perumus NDP baru bertahun-tahun silam.
Kami disuguhkan hal-hal epik tentang Islam dan IPTEK; Islam dalam pandangan para ilmuwan seperti Khuda Bukh, Thomas Kanely, dan Michael Hart; tentang sains karya umat Islam; bahkan hingga protokol zionis, freemasonry, arkansas connection, dan satanisme. Jika bisa beri acungan jempol lebih dari empat, akan kuberikan untuk materi kali ini.
Terlepas dari semua materi yang dijejalkan kepada kami, forum LK2 juga asyik dengan caranya sendiri. Pada malam di hari kedua, kami bahkan menggelar pemilihan bapak kepala suku dan ibu kepala suku, yang kurang lebih tugasnya sama seperti ketua kelas.
Bahkan untuk naik menjadi kepala suku ini, ada beberapa kawan yang sejak awal forum sudah giat kampanye sana-sini, salah satunya si Jufrin dari Cabang Bima. Maka saat Master Umam memandu jalannya pemilihan malam itu dan bertanya, "Siapa yang mau mengajukan diri menjadi bapak kepala suku?" si Jufrin menjadi orang yang angkat tangan paling cepat dan paling tinggi.
Namun, sayangnya dia punya banyak saingan. Selain orang yang mengajukan diri sendiri, beberapa kawan laki-laki juga diusung oleh kawannya yang lain, hingga terkumpullah sekitar 9 atau 10 orang kandidat saat itu -aku lupa persisnya. Aku juga sempat mengusulkan satu orang, yakni Mas Rodzi dari Cabang Malang. Kupikir dia cocok dengan posisi itu. Selain Mas Rodzi, aku juga menjagokan Kanda Ibnu dari Cabang Makassar. Pada akhirnya, itu menjadi pilihan yang cukup sulit bagiku pribadi.
Proses pemungutan suara pun berlangsung cepat. Usai memaparkan visi misi masing-masing, para kandidat diminta balik badan, sementara para peserta disuruh untuk mengangkat tangan bagi kandidat yang dipilihnya. Satu per satu kandidat ditunjuk, lalu peserta tinggal mengangkat tangan jika memilih kandidat yang sedang ditunjuk. Begitu seterusnya, hingga akhirnya terpilih satu orang dengan suara terbanyak, tidak salah lagi, dia Mas Rodzi dari Cabang Malang. Bahkan Ia terhitung menang telak, banyak sekali yang memilihnya.
Lalu tiba giliran untuk pemilihan ibu kepala suku. Namun, peserta perempuan terhitung sangat sedikit. Dari 46 peserta keseluruhan, hanya 9 di antaranya yang perempuan. Apesnya, ketika Master Umam melontarkan pertanyaan, "Siapa yang mau mengajukan diri jadi ibu kepala suku?" Tidak ada yang mengangkat tangan. Kami -perempuan- semua celingak-celinguk melihat kiri-kanan barangkali ada perempuan yang angkat tangan, tetapi nyatanya tidak ada satu pun.
Jujur, sebelumnya aku sempat diajak ngobrol oleh Mbak Maya dari Cabang Bangkalan, dan beberapa kawan perempuan lain soal pemilihan ibu kepala suku ini. Saat itu, Mbak Maya bilang ingin mengusungku menjadi ibu kepala suku, tetapi aku sempat menolak. Meskipun begitu, Mbak Maya dan kawan-kawannya bersikeras mau mengusungku, dan aku hanya senyum-senyum tidak jelas saat itu, dengan harapan nanti akan ada perempuan yang mau mengajukan diri, jangan sampai aku yang diusung.
Tidak kusangka, malam itu memang benar-benar tidak ada yang angkat tangan. Aku mulai kalut dan mencuri-curi pandang kepada Mbak Maya, dan dia tersenyum padaku. Senyum penuh arti.
Cukup lama forum membisu. Master Umam terus bertanya, tetap tidak ada jawaban. Namun, di kiri-kanan para peserta laki-laki mulai mengusulkan, banyak sekali yang menyebut namaku untuk menjadi kandidat, beberapa juga menyebut nama Nanda dan Mbak Maya. Aku diam saja.
Hingga akhirnya, mungkin Master Umam sedikit gerah, dan memutuskan untuk meminta bapak kepala suku yang sudah terpilih, untuk memilih ibu kepala suku yang Ia rasa cocok dengan dirinya. Aku deg-degan. Siapa yang akan dipilih Mas Rodzi?
Mas Rodzi pun mulai berkeliling ke tempat-tempat duduk para peserta perempuan, dia melihat ke sana ke mari, dan tiba-tiba saja ... "Saya pilih Nikhen, dari Gorontalo." Riuh rendah tepuk tangan langsung memenuhi ruangan, beberapa peserta laki-laki bahkan bersuit-suit. Dengan canggung, aku berusaha tersenyum dan melangkah ke depan. Mas Rodzi tersenyum penuh kemenangan.
Saat aku sudah duduk di depan, ada lagi suara lainnya yang muncul merekomendasikan Mbak Maya untuk naik jadi ibu kepala suku, hingga akhirnya Mbak Maya juga maju, berdiri sejajar denganku. Kini ada dua kandidat ibu kepala suku, dan aku berharap bukan aku yang terpilih. Kupikir, sudah cukup jadi ibu kepala suku di forum LK1 kemarin, tidak perlu lagi jadi ibu kepala suku di forum LK2, biarkan kawan lain saja.
Master Umam tersenyum puas. Mungkin pikirnya, "Akhirnya ada kandidat perempuan."
Seperti pemilihan bapak kepala suku tadi, aku dan Mbak Maya pun diberi kesempatan untuk menyampaikan visi misi. Aku yang tidak menyediakan visi misi apa pun akhirnya berkata singkat, padat, dan jelas. Tidak banyak janji.
Lalu tiba giliran Mbak Maya. Menyebalkan! Mbak Maya mengundurkan diri!
"Terima kasih teman-teman, tapi saya merasa belum pantas untuk menjadi pemimpin bagi teman-teman yang hebat-hebat ini. Saya rasa Mbak Nikhen lebih pantas ada di posisi itu. Dengan ini, saya mengundurkan diri." Ucapnya pelan, lalu langsung berjalan kembali ke tempat duduknya.
Otomatis, akulah satu-satunya kandidat ibu kepala suku saat itu. Dengan telak, aku pun terpilih menjadi Ibu Kepala Suku Forum LK2 HMI Cabang Bangkalan, dan diumumkan dengan lantang oleh Master Umam. Aku bahagia tidak bahagia, tetapi harus menerima dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab.
Keriangan malam itu berakhir dengan aku dan Mas Rodzi sebagai bapak dan ibu kepala suku, yang diminta menyampaikan beberapa kalimat, lalu memimpin permainan singkat 'ice breaking' sebelum mulai materi lagi.
Aku sadar betul, sejak saat itu ada tanggung jawab baru di pundakku.
Kabinet Harmonis: Kepala Suku dan Ibu Kepala Suku (tengah), bersama menteri-menteri. |
Comments
Post a Comment