Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi | #bookreview24
Seno Gumira Ajidarma - Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi
|
Judul: Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Jogja Bangkit Publisher
Tahun terbit: 1995
Ketebalan: iv+212 halaman
ISBN: 978-602-0818-51-1
Salah tik: 5
Bagaimana jika Anda dilarang menyanyi di kamar mandi dengan alasan suara Anda menimbulkan imajinasi yang meresahkan masyarakat republik ini? Relakah Anda dilarang menyanyi di kamar mandi hanya karena imajinasi telah membuat banyak orang tidak tahu diri? Sudikah nasib Anda ditentukan oleh orang banyak tanpa alasan yang masuk akal tentang suara nyanyian Anda setiap kali mandi? Mungkinkah Anda hidup dalam masyarakat yang mungkin saja suatu ketika melarang Anda menyanyi di kamar mandi?
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, kisah perempuan seksi, dipersembahkan dalam dua versi.
…
Ini sebenarnya merupakan buku kumpulan beberapa cerpen karya Seno Gumira Ajidarma. Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi adalah cerita awal yang begitu gurih dan menggelikan. Selain itu, Bibir yang Merah, Basah, dan Setengah Terbuka; Bayang-Bayang Elektra; Kriiiingngngng!; dan Seorang Wanita di Sebuah Loteng, adalah sederet cerpen lainnya yang berhasil mencuri kewarasan saya. Seno memang segila itu menciptakan cerpen.
Sepanjang membaca buku ini, saya kerap terheran-heran dan bertanya-tanya sendiri, dari mana Seno menemukan ide-ide cerita se-absurd ini? Serius. Ini cerita-cerita yang teramat sederhana sebenarnya, namun Seno berhasil mengangkatnya ke permukaan dengan sudut pandang yang amat unik.
Baca review lainnya, yuk: Asmara Berdarah Ken Arok Ken Dedes | #bookreview23
Tentang kisah perempuan yang dilarang menyanyi di kamar mandi karena suaranya membuat para suami se-kompleks tak bergairah bersama istrinya, misalnya. Tentang istri lugu yang berubah drastis karena menemukan cap lipstik di celana dalam suaminya; tentang manusia yang kehilangan bayangannya sendiri; tentang telepon yang tak henti berdering 200 tahun lamanya; hingga soal misteri gadis di loteng yang sampai akhir akan membuat semuanya penasaran.
Seno mengangkat hal-hal ‘sederhana’ itu, menjadi cerita yang amat menarik sekaligus menggelikan, membuahkan kekaguman sekaligus menerbitkan resah. Saya pikir Seno benar-benar jenius dalam dunia tulis menulis.
Baca review lainnya, yuk: Gitanjali | #BookReview13
Satu hal yang cukup menarik perhatian saya, yakni tentang perilaku-perilaku patriarkis yang terjadi dalam cerita Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi. Beberapa waktu terakhir, akun-akun seperti @lawanpatriarki atau @indonesiafeminis dan sejenisnya, kerap koar-koar soal perilaku yang menyudutkan perempuan. Misalnya, soal pemerkosaan, di mana ujung-ujungnya perempuan yang sebenarnya merupakan korban, malah disalah-salahkan, diputarbalikkan bahwa seharusnya perempuan menjaga diri, tidak menggunakan pakaian seksi, agar tidak diperkosa. Lah, apa urusannya, kan? Bukankah cara berpakaian adalah hak bebas setiap manusia? Imajinasi mereka, nafsu mereka yang liar, kok salahnya dilempar ke perempuan?
Sudut ini juga yang diangkat dalam cerita Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi. Seorang perempuan yang doyan menyanyi saat sedang mandi, dijadikan ‘tersangka’ utama penyebab para laki-laki sekompleks tidak bergairah lagi dengan istri-istrinya di tempat tidur. Mereka lebih senang mendengar suara perempuan itu saat sedang mandi, dan sibuk orgasme di sebelah dinding kamar mandi. Akhirnya, perempuan ini diusir. Lah! Lucu, kan? Pikiran sendiri ke mana-mana, orang lain yang disalahkan. Nafsu sendiri yang gak bisa dibendung, orang lain yang kena batunya.
Baca tulisan lainnya, yuk: Hingga Awan Bersenandung Jingga | #Prosa3
“Hei! Dia kan tidak membuat kesalahan apa-apa? Dia hanya menyanyi di kamar mandi! Yang salah sebenarnya adalah imajinasi para laki-laki itu, kan? Kenapa harus membayang-bayangkan adegan-adegan erotis? Sebenarnya tak masalah membayangkan itu, tapi jika dengan alasan itu perempuan ini diusir? Bukankah justru aneh? Sangat tidak adil. Perempuan itu hanya menyanyi di kamar mandi, dan itu tidak bisa disebut kesalahan. Apalagi melanggar hukum.”
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi adalah cerita yang begitu apik, dan menjadi refleksi sempurna tentang kalimat: “Meski sebenarnya itu salah, segala sesuatu bisa disebut kebenaran, hanya jika dianut orang banyak, semenyimpang apa pun hal itu pada kenyataannya.” Hh.. mayoritas.
Baca review lainnya, yuk: Harry Potter and The Cursed Child | #bookreview12
Lewat cerita Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, kita akan melihat bahwa mayoritas di negeri ini memang suka memaksakan maunya sendiri, benar atau tidak. Di negeri ini masih berlaku pepatah, siapa kuat, siapa menang. Daya tarik kuasa terlalu besar untuk dilepaskan di negeri yang mengaku berbudaya luhur ini. Dan karena itu pula, banyak manusia di negeri ini yang tak pernah bebas mengungkapkan perasaan dan pikiran dari dalam kepalanya sendiri.
30 Juli 2019, dari Berdikari Book offline store
Comments
Post a Comment