Menjadi Manusia Dua Wajah | #bookreview39
Judul: Projo & Brojo
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Penerbit: Gramedia
Tahun terbit: 1994 (Subentra Citra Pustaka), 2009 (Gramedia)
Ketebalan: 368 halaman
ISBN: 9789792249507
Brojo melihat garis kematian, dan Ia mendekat tanpa bisa menahan. Itu terjadi ketika bengkel tempat kerjanya digusur, dan dirinya menjadi penganggur. Wisuni, istrinya yang lugu, dikirim pulang kampung. Ceritanya belum sepenuhnya rampung, karena Brojo mendapatkan pekerjaan menggantikan Projo yang berada dalam penjara. Brojo sempat berlatih keras untuk menjadi Projo.
Namun, ada yang tidak disiapkan. Bagaimana kekasih-kekasih Projo yang menemui di penjara? Akankah dipacari juga oleh Brojo? Bagaimana dengan istri Projo, akankah diperistri juga, karena itu dimungkinkan terjadi di penjara?
Projo sendiri menemukan istrinya tidak sepenuhnya setia, justru dengan orang yang selama ini dianggap sahabat dan penolongnya.
Baca review buku lainnya: Sebab Kita Semua Gila Seks | #bookreview38
Wisuni nekat dan datang ke Jakarta, untuk sementara malah tinggal bersama Projo. Dan ketika Projo menemukan kedamaian, bisa menerima apa yang terjadi selama ini dalam hidupnya, Ia ingin kembali ke penjara.
Wisuni yang setia, tabah, mencintai suaminya, malah melarangnya. Setidaknya untuk beberapa hari. Kenapa?
Projo & Brojo ditulis oleh pengarangnya ketika berada dalam penjara, dengan bahasa yang irit dalam dialog. Kadang juga menyimpang apakah dialog itu diucapkan Projo atau Brojo, istri atau kekasih, sahabat atau pengkhianat, pembantu atau entah siapa. Mungkin bisa siapa saja. Apakah harus berbeda antara Projo dan Brojo? Yang tetap abadi ternyata cinta, juga ketulusan menjalaninya.
Baca review buku lainnya: Le Petit Prince | #bookreview37
...
Membaca Projo&Brojo sama dengan membaca sebuah petualangan seru: kehidupan nyata yang menyesakkan, kehidupan orang-orang berduit di dalam penjara, kisah perselingkuhan yang tak biasa, penyamaran yang sempurna, juga tentang keluguan yang amat sangat, karena lahir dalam bentuk kompromi kepada lingkungan dan pada kenyataan yang terlihat.
Awalnya kupikir ini akan menjadi sebuah cerita apik “pelarian dari penjara” yang menegangkan. Ternyata jauh dari itu, ini justru sebuah cerita untuk mencari “sebuah kebenaran” yang sejak lama tertutupi. Benar-benar tak ada adegan-adegan pelarian dan kejar-kejaran dengan aparat sebagaimana yang kupikirkan mulanya.
Tokoh-tokoh di dalam buku ini pun begitu kuat dengan peran masing-masing, dan semuanya saling memengaruhi. Zul yang penuh perintah, si perancang segalanya menjadi begitu sempurna; Gaga yang hanya patuh pada perintah, apa pun itu; Wisuni yang teramat lugu dan selalu bersikap pasrah; Iil yang sedih dan waswas; Evi yang bergairah dan ingin membantu banyak hal; Brojo yang demi istrinya rela menggantikan seseorang yang lain untuk mendapatkan uang; dan Don Kusumo yang hidupnya diliputi kegetiran ingin mencari kebenaran atas banyak hal.
Baca review buku lainnya: Protes | #bookreview31
Kita juga akan menyaksikan “kekuatan uang” di sini. “Orang tak menang melawan duit,” begitulah sebuah kalimat yang tampak di halaman tujuh, bab satu buku ini. Dan, ya. Melalui cerita ini, kita akan melihat bagaimana kekuatan uang yang bagai bisa melakukan segalanya.
“Menjadi napi selama dua siang satu malam makin menegaskan pada Brojo bahwa uang adalah kekuatan besar yang paling nyata kuasanya. Dalam keadaan sebagai napi pun, kekuatan uang menjadi jelas.” Begitulah ungkapan perasaan Brojo suatu ketika.
Entahlah. Buku ini kadang mendebarkan, tapi di sisi lain membingungkan. Ia penuh kesederhanaan, tapi di sisi lain begitu menghambakan uang. Baca saja, dan kau akan mengerti.
Baca review buku lainnya: Jejak Langkah | #bookreview29
Comments
Post a Comment